Kisah Perjuangan Ojek Hutan Pengangkut Durian dan Duku di Musim Panen

Kisah perjuangan ojek hutan. (Sariagri/Iwan K)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Kamis, 29 September 2022 | 16:00 WIB

Musim buah duku dan durian di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung merupakan anugerah bagi petani kebun dan juga para pengojek hutan.

Salah satunya di wilayah Desa Sampang Turus, Kecamatan Wonosobo, Tanggamus. Namun, lokasi kebun warga, kebanyakan ada di daerah lereng pegunungan yang terjal.

Untuk mengeluarkan hasil panen, mereka harus menggunakan tenaga ojek hutan profesional dari daerah setempat. Pengojek hutan umumnya menggunakan motor bebek yang sudah dimodifikasi sesuai dengan medan.

Mereka memiliki kelompok minimal lima tukang ojek untuk saling membantu di perjalanan yang terjal dan berlumpur. Dalam sehari, mereka hanya dapat mengeluarkan buah dua kali, hal tersebut disebabkan jarak tempuh yang jauh dan kondisi jalan sempit, licin, terjal dan berlumpur.

Menurut Apri, salah satu pengojek hutan, bersama ojek lainnya mereka sudah sebulan mengojek buah durian dan duku. “Setiap harinya bisa ngangkat 300 biji durian atau 400 kilogram duku, itupun jika hari tidak turun hujan. Kendalanya jalan berlubang, dan licin,” ungkapnya pada Rabu (28/9/2022).

Jika hujan, lanjutnya, sungai menjadi meluap banjir dan motor mereka harus digotong beberapa orang. Mereka juga akan memasang rantai di ban depan belakang pada motor untuk melintasi jalan yang berkubang lumpur.

Kedalaman lubang yang berlumpur itu bisa mencapai 50 sentimeter, dan itu menurut Apri merupakan tantangan yang paling susah dihadapi mereka.

“Jatuh bangun dari motor sudah sering kami alami, Alhamdulillah masih selamat,” tambah Apri.

Dengan jarak tempuh yang cukup jauh, ke tempat pengepul, para pengojek sedikitnya harus mengeluarkan kocek untuk bahan bakar minyak (BBM) sekitar Rp150 ribu dalam sehari. Upah yang mereka dapat dalam sehari mencapai RP300-400 ribu sehari.

“Namun pendapatan itu kadang habis juga untuk biaya perbaikan motor yang rusak,” pungkas Apri.