Derita Pemetik Buah Asal Indonesia di Inggris, Kedinginan, Terjerat Utang

Editor: Yoyok - Minggu, 4 Desember 2022 | 11:00 WIB
Sariagri - Lebih dari 200 pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai pemetik buah di Inggris sedang menghadapi masalah dengan pendapatan. Mereka mengeluhkan minimnya pekerjaan selama musim dingin hingga utang yang melilitnya.
Media asing The Guardian pada pekan lalu melaporkan dua PMI di Skotlandia untuk memasok buah beri ke M&S, Waitrose, Tesco, dan Lidl menjabarkan ketidakadilan yang mereka rasakan. Perusahaan yang mempekerjakan mereka kerap kali menyuruh untuk kembali ke karavan ketika mereka tidak bekerja dengan cepat. Padahal kedua PMI tersebut membutuhkan pekerjaan untuk melunasi utang.
Kondisi serupa dialami pemetik buah yang bekerja di perkebunan Castleton di Aberdeenshire, Skotlandia. Sejak Juli, pria tersebut kerap kali dikirim kembali ke karavan ketika tidak memenuhi target. Sedangkan ia butuh pekerjaan untuk melunasi utangnya.
Sebelum berangkat ke Inggris, ia meminjam uang kepada agen PMI di Pulau Jawa dengan total Rp75 juta.
Namun sesampainya di Inggris, ia hanya membawa pulang Rp3 juta per minggu. Kini ia pun tidak memiliki pekerjaan setelah dipecat dua bulan lalu dari salah satu perkebunan di Kent. Total utang yang ia miliki saat ini masih berkisar Rp28 juta.
Kedutaan besar Indonesia di Inggris menyatakan jumlah aduan kemungkinan jauh lebih tinggi karena banyak secara kolektif dan adanya ketidakpercayaan PMI kepada pihak kedutaan. Masalah paling umum yang ditemukan adalah minimnya pekerjaan di peternakan dan perkebunan ketika mereka memasuki musim dingin atau belum memasuki masa panennya.
Kesulitan ini menyebabkan mereka tidak bisa melunasi utang kepada broker untuk bekerja di Inggris. Menurut aturan, visa pekerja musiman memungkinkan seseorang untuk bekerja di Inggris selama enam bulan. Namun, pada rentang tersebut tidak ada jaminan pekerjaan bagi PMI.
Konsorsium Ritel Inggris merespons aduan PMI tersebut dengan prihatin dan berjanji akan melakukan penyelidikan menyeluruh. Menurutnya, visa pekerja musiman membuat migran lebih berisiko untuk dieksploitasi.
Direktur pelaksana Castleton Fruit Ross Mitchell menjelaskan bahwa ia tidak dapat berkomentar lebih lanjut mengenai kasus ini. Namun, Mitchell menjelaskan Castleton memiliki aturan disipliner terkait kinerja. Namun di satu sisi, Castleton tetap mengutamakan kesejahteraan pekerjanya.
Dari 1.000 pekerja di Castleton, 70 persen dari mereka memutuskan untuk kembali bekerja. Hal ini menunjukkan komitmen Castleton untuk mempertahankan pekerjanya.
Terkait dengan PMI, Mitchell mengatakan Castleton itu memiliki 106 pekerja dari Indonesia pada 2022. Tercatat 70 di antaranya masih bekerja sampai saat ini.
Mitchell menjelaskan mereka bekerja rata-rata 41,81 jam dengan gaji kotor mingguan rata-rata Rp7 juta.
Menurut Mitchell, akar permasalah dalam kasus ini adalah pembayaran kepada pihak ketiga. Pihaknya mengaku bahwa mereka baru mengetahui jika pekerjanya membayar kepada agen ketiga untuk dapat bekerja di Inggris.
"Kami berharap badan yang terkait dapat menangani masalah ini," kata Mitchell.
Kedubes Indonesia di Inggris mengatakan lebih dari 1.450 orang Indonesia datang dan bekerja di Inggris dengan visa pekerja musiman. Mereka dipasok oleh salah satu dari empat agensi Inggris yang memiliki lisensi untuk merekrut menggunakan skema Rekrutmen AG.
Gangmasters and Labour Abuse Authority (GLAA) telah menyelidiki perekrutan AG di Indonesia sejak kasus ini mencuat pada Agustus lalu. Namun AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang menagih uang.
Direktur AG Douglas Amesz mengatakan hukum di Inggris menetapkan bahwa pekerja migran tidak membayar biaya kepada siapa pun untuk mendapatkan pekerjaan. Imbauan dan pembelajaran pun terus dilakukan oleh AG kepada pekerja migran dari luar negeri mengenai aturan ini.
Tenaga kerja Indonesia tersebut dipasok oleh AG Recruitment, salah satu dari empat agen Inggris yang memiliki lisensi untuk merekrut dengan menggunakan visa pekerja musiman. AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang menagih uang.
Baca Juga: Derita Pemetik Buah Asal Indonesia di Inggris, Kedinginan, Terjerat UtangAkhirnya, Bos Waroeng SS Batalkan Surat Pemotongan Upah Pekerja
AG awalnya berencana untuk merekrut dari Ukraina dan Rusia tetapi mengubah rencananya ketika perang pecah pada bulan Februari, beberapa minggu sebelum musim panen akan dimulai. Tahun lalu hampir 20.000 orang Ukraina datang ke Inggris dengan visa pekerja musiman, yang merupakan dua pertiga dari semua yang datang melalui skema tersebut.
AG tidak memiliki pengalaman sebelumnya di Indonesia dan mencari bantuan dari Tenaga Kerja Al Zubara yang berbasis di Jakarta, yang pada gilirannya pergi ke perantara di pulau lain yang membebankan biaya selangit kepada orang yang mereka perkenalkan, menurut salah satu agen Al Zubara.