Kisah Dimas, Sarjana Pendidikan yang Modal Nekat Jadi Petani Durian

Petani durian asal Bengkulu, Dimas Risqi Pangaribowo (Istimewa)

Penulis: Rashif Usman, Editor: Dera - Senin, 2 Januari 2023 | 15:30 WIB

Sariagri - Kisah inspiratif kali ini datang dari seorang petani milenial bernama Dimas Risqi Pangaribowo (27), asal Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Pria yang berlatar belakang Sarjana Pendidikan ini nekat banting setir menjadi petani durian di kampung halamannya.

Nah, Sobat Agri ingin tahu bagaimana kisah selengkapnya? simak ulasan satu ini.

Awalnya Dimas merupakan seorang pegawai kantoran di sebuah Yayasan Pendidikan di Balikpapan. Selama bekerja disana, Dimas ternyata juga menjalani pekerjaan sebagai distributor bibit durian unggul.

"Kebetulan pembudidaya petani durian unggul di Pulau Jawa itu saudara saya. Waktu itu ada orang-orang disini yang tanya-tanya ke saya soal bibit durian. Akhirnya saya distribusikan dari Jawa. Tapi lama-kelamaan, kok orang-orang ini semangat banget. Jadi saya tertarik untuk membuka pertanian saya sendiri," ujar Dimas kepada Sariagri, beberapa waktu lalu.

Melihat potensi pasar yang besar, Dimas akhirnya nekat untuk membuka usaha kebun duriannya sendiri di kampung halamannya di Bengkulu. "Akhirnya saya resign dari kerjaan yang di Balikpapan itu sekitar 2019," ujarnya.

Dimas menanam durian berjenis durian premium dengan estimasi berbuah 4 tahun setelah pasca tanam. Menurutnya, durian premium tersebut akan mudah dijual nantinya.

"Kalau durian yang saya tanam ini bibit durian unggul pendek, jadi estimasi berbuah itu 4 tahun dari pasca tanam," tuturnya.

Tantangan Jadi Petani Durian

Dimas menceritakan, usaha pertanian kebun duriannya tak selalu berjalan mulus. Ia kerap dihadapi berbagai kendala dan tantangan. Kendati begitu, ia terus tetap berusaha untuk membuka kebun duriannya seluas 2 hektar.

"Awal-awal saya nekat untuk menebas perkebunan sawit saya menjadi perkebunan durian. Bisa dibilang kesulitan saya yang pertama adalah saya pemain tunggal. Saya belajar konsep pertanian durian itu sendiri dan itu menjadi kesulitan terbesar saya," ucapnya.

Dimas mengatakan, tantangan selanjutnya adalah kondisi tanah yang tidak sesuai syarat tumbuh dari perkebunan durian. Sehingga ia harus berupaya untuk mengembalikan kondisi tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman durian.

"Di tahun pertama itu menurut saya berat karena saya harus mengembalikan unsur hara tanahnya seperti semula terlebih dahulu. Tanah disini kan punya pH ya. Nah untuk pH yang bagus untuk durian mendekati 7. Sampai akhirnya saya beri pupuk kompos dan dolomit untuk menetralisir tanah," ujarnya.

"Kesulitan di tahun kedua adalah bibit. Jadi bibit yang ada di daerah saya bisa dibilang enggak ada yang produksi saat itu, sehingga kita ambil bibit dari pulau Jawa. Seperti diketahui, bibit yang dikembangkangkan di daerah lain lalu ditanam ke daerah kita sendiri kan memang butuh penyesuaian. Jadi bibit itu posisinya satu tahun pertama mengalami pertumbuhan yang lambat. Mungkin karena memang penyesuain dengan tanah dan suhu yang ada di kebun kita," tambahnya.

Baca Juga: Kisah Dimas, Sarjana Pendidikan yang Modal Nekat Jadi Petani Durian
Cerita Petani Milenial Asal Aceh Utara Magang di Pertanian Jepang

Dimas menyampaikan bahwa dirinya juga menghadapi tantangan berupa kurangnya tenaga operasional pada tahun ketiganya menjadi petani durian.

"SDM masih kurang karena pertanian durian bukan hal mudah. Jadi harus benar-benar dipikirkan. Untuk operasionalnya tidak murah dan mudah. Dari tahun ke tahun itu memang bertahap," jelasnya.