Lahan Perkebunan Teh Rakyat di Garut Tergerus Pertanian 

Pucuk teh menunggu dipetik ( Pixabay/Edgar Binan)

Editor: M Kautsar - Senin, 15 Februari 2021 | 18:30 WIB

SariAgri - Hegemoni perkebunan teh milik rakyat di Kabupaten Garut, Jawa Barat terancam luas lahan pertanian rakyat.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan Garut Ardhy Firdian mengatakan, menyusutnya lahan perkebunan teh milik rakyat memang sulit dihindari, terutama lahan perkebunan teh di kawasan yang berdekatan dengan pertanian rakyat.

“Rata-rata teh yang ada di Garut juga berusia tua dan membutuhkan rehabilitasi,” ujar Ardhy.

Menurutnya, potensi panen teh milik masyarakat di kabupaten Garut memang terbilang kecil, saat ini rata-rata panen teh tiap tahun di Garut hanya berkisar di angka 3.900 ton per tahun.

“Itu pada saat normal, beda lagi saat musim kemarau tentu bisa panen bisa lebih panjang lagi, tidak dua hari sekali,” ujar dia.

Capaian angka panen itu ujar dia, berasal dari area perkebunan rakyat di luar kawasan perkebunan teh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang dikuasai negara.

“Sekarang paling (perkebunan teh rakyat) sekitar 3.000 hektare, dulu pernah sampai 7.000 hektare,” ujarnya.

Dalam catatan dinas Pertanian Garut, luasan luasan kawasan perkebunan teh di Garut berada di sekitar Kecamatan Cisurupan, Cilawu, Cikajang, Singajaya, hingga  Peundeuy yang berbatasan dengan kabupaten Tasikmalaya.

Namun seiring meningkatnya aktivitas pertanian, menyebabkan area perkebunan teh milik rakyat terus menyusut dari waktu ke waktu.

“Memang hasil pertanian terutama holtikultura kan lebih cepat, sementara kalau perkebunan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga panen,” ujarnya.

Saat ini harga teh rakyat di Garut terbilang murah di kisaran angka Rp1.800 hingga Rp2.200 per kilogram, angka itu tidak sebanding dengan lamanya masa penanaman teh yang baru panen pada usia empat tahun.

“Dari dulu memang harga teh relatif bertahan di angka itu,” ujar dia.

Seperti diketahui, tanaman teh baru dapat dipanen untuk pertama kali pada usia empat tahun, dengan daun muda yang hanya dipilih untuk dipetih para petani teh, sementara daun tua tetap dibiarkan tumbuh untuk menjaga pertumbuhan tanaman.

Ardhy menyatakan, rata-rata hasil teh perkebunan rakyat dengan usia tanam di atas 10 tahun berkisar di angka 1 hingga 1,5 ton per hektare, sehingga diperlukan upaya rehabilitasi untuk meningkatkan produktivitas.

“Kami merencanakan rehabilitasi teh sekitar 500 hektare per tahun,” ujarnya.