UPBB Sederhakan Rantai Penjualan Karet dan Meminimalkan Tengkulak

Tumpukan bahan olah karet (Bokar) di tempat penampungan hasil perkebunan karet di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (SariAgri/ Bob Prasetyo)

Penulis: Andry, Editor: Reza P - Jumat, 12 Maret 2021 | 11:00 WIB

SariAgri - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui anggaran Direktorat Jenderal Perkebunan akan memberikan penghargaan kepada dua Kabupaten di Sumatera Selatan (Sumsel) yang telah membentuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) terbanyak sepanjang tahun 2020. 

UPPB dianggap menguntungkan petani karet dan memutus rantai penjualan yang Panjang.

“Kedua kabupaten tersebut berhak mendapatkan reward sebagai kabupaten yang telah membentuk UPPB terbanyak sepanjang tahun 2020,” kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel Rudi Arpian MSi.

Menurutnya sepanjang tahun 2020 Kabupaten Banyuasin telah membentuk sebanyak 20 UPPB dan Kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 10 UPPB. 

“Reward yang diberikan tersebut berupa Sarana Pasca Panen Karet yang akan diberikan kepada Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Musi Banyuasin,” jelasnya.

Hingga saat ini lanjut Rudi, jumlah UPPB di Kabupaten Banyuasin sebanyak 72 UPPB dan di Kabupaten Musi Banyuasin sudah terbentuk 87 UPPB. 

“Dengan pemberian reward ini diharapkan bisa memotivasi OPD lingkup Perkebunan kabupaten dan kota untuk lebih serius lagi melakukan sosialisasi dan menumbuhkan UPPB baru,” ungkapnya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan saat ini sangat mendorong pertumbuhan UPPB di daerah sentra perkebunan karet.  Berkat UPPB, penjualan karet melalui Lelang 4S (Satu lokasi, Satu mutu, Satu harga dan Satu hari lelang) lebih menguntungkan, sehingga  ada selisih keuntungan Rp 3-4 ribu/Kg dibandingkan dengan penjualan melalui cara tradisional ke pedagang pengumpul.

Pembentukan UPPB juga memberikan beberapa manfaat, diantaranya, adanya aturan yang disepakati secara musyawarah, meningkatnya mutu bokar petani melalui pemasaran bersama, meningkatkan posisi tawar bagi petani, media komunikasi petani agar dapat turut serta dalam program-program pengembangan karet rakyat.

Disamping itu menurut Rudi, UPPB memiliki peran strategis untuk mencapai tujuan perbaikan mutu karet alam nasional melalui fungsi kelembagaan dan pemasaran yang terorganisir.

“Saat ini masih banyak warga yang terikat dengan tengkulak sehingga masih enggan mendirikan UPPB. Padahal sudah kami edukasi dan sosialisasikan bahwa dengan menjual di UPPB maka harga ada selisih Rp 3000 sampai Rp 4000 per kilogram jika dibandingkan menjual dengan tengkulak,” kata Rudi.

Petani pada umumnya telah menggadaikan hasil panen ke tengkulak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga saat panen, petani tidak dapat berbuat apa-apa karena hasil yang diperoleh telah menjadi milik tengkulak. Sementara tengkulak menerapkan harga dibawah pasaran. 

Baca Juga: UPBB Sederhakan Rantai Penjualan Karet dan Meminimalkan Tengkulak
RPN Riset Potensi Komoditas Perkebunan Rakyat

“Kebiasaan-kebiasaan ini yang harus diubah,” kata Rudi.

Rudi mengatakan pemasaran bokar melalui UPPB masuk dalam kategori pemasaran terorganisir. Alurnya, petani dalam UPPB dapat menjual hasil panen melalui sistem kemitraan dan lelang kepada pabrik pengolah atau eksportir. Sementara dalam pemasaran tradisional, petani harus melewati rantai penjualan ke pedagang desa, pedagang besar, pool pabrik pengolah untuk kemudian berakhir di pabrik pengolah.

Saat ini lanjutnya, di Sumatera Selatan sudah terbentuk sebanyak 279 UPPB yang telah teregistrasi. Target untuk tahun 2021 akan dibentuk 75 UPPB baru untuk per kabupaten tahun ini pihaknya menargetkan sebanyak 10 UPPB.