Begini 10 Tips Membeli Lahan Perkebunan Sawit dari Ketum Apkasindo

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat ME Manurung. (Ist)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Rabu, 19 Mei 2021 | 20:20 WIB

SariAgri -  Kelapa sawit merupakan komoditas pertanian yang memiliki geliat ekspor paling tinggi di Indonesia. Namun dalam lahan perkebunan sawit belakangan diketahui banyak menimbulkan polemik, diantaranya menyalahi aturan kawasan hutan, keributan antar warga, dan lain sebagainya.

Untuk itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat ME Manurung, memiliki beberapa tips dalam membeli perkebunan sawit atau lahan kosong agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Berikut ini 10 Tips Membeli Lahan Perkebunan Sawit:

1. Konflik vertikal

Konflik Vertikal adalah konflik dengan negara sebagai pemangku kawasan hutan. Untuk mengetahuinya mudah sekali, dengan mendownload aplikasi pintar GPS di hp android seperti aplikasi Avenza.

Atau bisa berkoordinasi ke Dinas Kehutanan/Perkebunan setempat atau bisa langsung menghubungi perwakilan DPD APKASINDO yang tersebar di 144 Kabupaten Kota di 22 DPW Provinsi APKASINDO. Memang saat ini sudah terakomodir untuk sawit dalam Kawasan hutan atas dasar keterlanjuran, didenda melalui PP UUCK (UU Omnibuslaw), namun tetap saja menambah biaya karena harus kena denda sekian rupiah per hektar (jika penanaman sebelum Oktober 2020).

2. Konflik horizontal

Konflik Horizontal merupakan konflik antara petani dengan petani, petani dengan masyarakat adat, dan petani dengan pemegang izin Kawasan konsesi/HGU/HPH. Konflik horizontal ini lebih pelik, apalagi dengan konflik pemegang izin konsesi HGU atau HPH, pembeli akan "nompang bengkak" saja.

Untuk mensiasati, sebaiknya bertanya ke aparat desa atau tetangga kebun yang akan dibeli. Dan untuk menghindari konflik dengan pemegang konsesi harus bertanya ke Dinas Perkebunan atau Kehutanan, jangan bertanya ke tetangga kebun, sebab jawabannya akan selalu bias.

3. Cek lokasi kebun ke akses jalan umum

Kebun yang berlokasi jauh di pedalaman cenderung menambah biaya. Seperti biaya pembuatan jalan, perawatan jalan dan apalagi jika harus melewati jalan perkampungan.

4. Jarak kebun dengan PKS

PKS (pabrik kelapa sawit) adalah tujuan dari kita berkebun sawit. Jika jarak kebun ke PKS jauh (melebihi 10-20 km) maka akan menambah biaya produksi yang cukup lumayan. Idealnya ongkos memindahkan TBS sampai ke PKS maksimum Rp150/kg TBS.

5. Surat Kepemilikan Kebun

Surat tanah di tengah masyarakat seperti SKGR (surat keterangan ganti rugi) atau SKT (surat keterangan tanah), kedua surat ini adalah sah karena diteken para sempadan tanah dan diketahui/diverifikasi oleh aparat desa/kelurahan melalui tanda tangan masing-masing.

Alangkah lebih baik memang jika sudah sertifikat hak milik. Perlu diperhatikan di SKT dan SKGR adalah letak posisi tanah, sering terjadi salah meletak posisi tanah.

6. Jenis tanah

Jika bisa memilih, tentu kita harus memilih tanah yang sangat subur (S1), atau paling tidak S2 (subur dengan sedikit faktor pembatas).

7. Tidak rawan banjir

Menentukan tidak rawan banjir harus menggunakan GPS (leveling), atau dapat juga dilihat dari jenis vegetasi yang dominan di tanah yang akan kita beli.

8. Luasan tanah yang dibeli

Jika kita berkebun sawit dengan tujuan pekerjaan utama, atau menambah penghasilan atau tabungan masa tua/pensiun dan kita tidak tinggal di seputaran kebun, idealnya luas yang dibeli adalah 6-25 hektar.

Namun jika kita mengerjakan sendiri kebun yang kita beli tersebut dan berdomisili di sekitar kebun, luasan 4 ha sudah cukup, dengan asumsi penghasilan bersih 1,2 juta/ha/bulan (jika memenuhi kriteria GAP, good agricultural practices).

9. Asal dan jenis bibit sawit yang sudah tertanam

Jika pemilik kebun masih memiliki sertifikat sumber bibit/kecambah, maka dapat menghubungi produsen bahan tanaman tersebut (jika arsip masih ada) untuk memastikan kebenarannya.

Apabila tanamannya sudah berumur panen, maka dapat dilihat dari brondolan TBS, jika daging buahnya tebal dan cangkangnya kecil (jenis Tenera) maka dapat diindikasikan pohon sawit nya adalah hasil persilangan DxP (hybrid).

10. Aspek Agronomis

Kebun yang akan kita beli harus kita perhatikan juga aspek perawatan kebun oleh pemilik sebelumnya. Pernahkah dipupuk, ditunas, jarak tanam, populasi tanaman per hektar, badan jalan panen dan batas sempadan. Yang perlu disoroti adalah jarak tanam, banyak yang mengasumsikan semakin banyak populasi per hektar maka semakin banyak hasilnya, ini salah dan fatal.

Baca Juga: Begini 10 Tips Membeli Lahan Perkebunan Sawit dari Ketum Apkasindo
650 Ton Palm Kernel Asal Nunukan Dikirim ke Bitung

Pada umumnya jarak tanam kelapa sawit adalah 8x9 m atau 9x9 m, namun dengan menggunakan metode tertentu dapat juga 7,8 x 9 m. Jika kecil dari jarak tanam ini sebaiknya jangan dibeli, sekalipun bibitnya hybrid (DxP), dengan jarak tanam yang terlampau sempit maka tidak akan pernah menghasilkan panen yang optimal.

Populasi per hektar nya juga harus dicermati, terkadang luas kebun 10 ha, namun populasinya hanya setara dengan luasan 6 hektar, karena sawitnya banyak yang mati atau rusak, sementara ketika membeli kebun dihitung luasnya tetap 10 hektar.