Kekurangan Pupuk dan Pekerja Mengekang Produksi Minyak Sawit Malaysia

kebun sawit di Malaysia. (Foto: Wikimedia Commons)

Editor: Putri - Kamis, 23 Juni 2022 | 13:00 WIB

Sariagri - Pemulihan yang diharapkan dalam produksi minyak sawit Malaysia pada paruh kedua tahun ini tampaknya tidak mungkin. Hal tersebut dikarenakan Malaysia masih terus berjuang dalam kekurangan pupuk dan pekerja kebun sawit.

Mengutip Straits Times, Kamis (23/6/2022), harga pupuk yang sebelumnya memakan sekitar 40 persen dari biaya produksi minyak sawit, melonjak selama setahun terakhir. Kenaikan harga pupuk dikarenakan peningkatan logistik dan invasi Rusia ke Ukraina.

Harga pupuk sedikit menurun beberapa bulan tahun terakhir. Tetapi banyak petani yang sebelumnya harus berjuang membeli pupuk di awal musim, yang akhirnya membatasi hasil saat ini.

Selain itu, upaya Pemerintah Malaysia untuk mendatangkan lebih banyak pekerja perkebunan asing tidak cukup cepat untuk menghidupkan kembali produksi tahun ini. Kekurangan pekerja memburuk menjadi sekitar 120.000 pekerja, dibandingkan dengan 36.000 orang pekerja sebelum pandemi.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Jeffrey Ong, presiden Asosiasi Pemilik Perkebunan Malaysia, yang anggotanya sebagian besar adalah pekebun kecil dan menengah.

Kelapa sawit tidak akan mencapai potensi penuh karena kurangnya pupuk dalam tiga tahun terakhir dan kekurangan tenaga kerja, katanya. "Bahkan jika Anda punya uang, Anda tidak bisa mendapatkan jenis pupuk tertentu."

Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Zuraida Kamaruddin mengatakan sebelumnya bahwa produksi minyak sawit akan pulih menjadi 23 hingga 25 juta ton tahun ini. Naik dari level terendah dalam lima tahun sebesar 18,1 juta ton pada 2021.

Ong memperkirakan bahwa panen kelapa sawit akan kurang dari 19 juta ton. Asosiasi Minyak Sawit Malaysia, yang sebagian besar mewakili perusahaan-perusahaan besar, melihat perkiraan produksi yang lebih rendah yaitu sekitar 18,7 juta ton.

Pohon kelapa sawit membutuhkan nutrisi dan mineral yang stabil. Pohon yang kekurangan gizi menghasilkan sedikit kelapa sawit, yang mengarah pada tingkat ekstraksi minyak yang lebih rendah.

Selain itu, pohon yang kurang subur dapat menumbuhkan tandan buah dengan berat hanya 15 hingga 18 kilogram, dibandingkan dengan 25 hingga 30 kilogram dari pohon yang sehat, kata Ong.

Meskipun perkebunan yang lebih besar mampu menyerap biaya pupuk yang lebih tinggi berkat reli harga minyak sawit, banyak dari mereka akan berjuang untuk meningkatkan produksi jika ada penundaan yang berkepanjangan dalam mendapatkan pekerja, kata Nageeb Wahab, kepala eksekutif di asosiasi minyak sawit.

Pemerintah telah menyetujui penerimaan tenaga kerja asing, tetapi masih ada komplikasi di negara-negara sumber dan juga akan membutuhkan waktu untuk melatih mereka, katanya.

"Bahkan jika pekerja datang, saya pikir kami baru bisa melihat produksi tambahan pada September," kata Nageeb.

"Kami mungkin kehilangan panen di paruh kedua tahun ini, yang kami pikir bisa kami dapatkan secara penuh."

Meskipun bisa membeli pupuk lebih awal, pihak perkebunan sawit tidak dapat melakukan pemupukan sejak akhir tahun lalu karena krisis pekerja yang parah. Hal tersebut menurut pendapat seorang pemilik kebun di negara bagian tersebut, Andrew Cheng.

Baca Juga: Kekurangan Pupuk dan Pekerja Mengekang Produksi Minyak Sawit Malaysia
Apkasindo: Petani Sawit Bisa Bertahan di Tengah Wabah Corona

"Bahkan jika pekerja asing masuk sekarang, akan memakan waktu satu hingga dua tahun untuk merehabilitasi (pohon), ditambah tingginya biaya tenaga kerja dan pupuk," kata Cheng.

"Perkebunan kelapa sawit tidak tumbuh tetapi menyusut karena area yang ditinggalkan selama beberapa tahun terakhir," tukasnya.